Thursday, August 20, 2015

TENTANG NILAI MAKANAN (DAN MINUMAN)

Gue beruntung udah dibesarkan di dalam keluarga yang telah mengajarkan gue untuk selalu bersyukur dan menghargai apa yang kita punya sekarang. Gue beruntung udah diajarin untuk enggak menyisakan nasi seremeh pun. Gue beruntung udah diajarkan untuk harus prihatin.

"Lihat ke bawah dan lihat apa yang kita miliki sekarang"

Kita semua gak diberikan takdir yang sama. Ada selebritas Hollywood yang makan malamnya bisa bernilai jutaan, dan ada orang kurang beruntung yang harus mengais beras sisa yang berserakan di tanah untuk bisa mengisi perut. Gak usah jauh-jauh ke Afrika, di sekeliling kita pun banyak orang-orang yang harus berjuang keras untuk mendapatkan sesuap nasi.

Orang optimis selalu bilang bahwa kita bisa merubah takdir, tapi gak ada orang yang mau dilahirkan dalam takdir pada kondisi yang serba terbatas. Kita hidup di dalam realita, bukan dunia fantasi yang penuh dengan kenaifan. Tentu kalo disuruh milih antara lahir kembali di dalam kesejahteraan bak keluarga Kadarshian atau menjalani hidup dengan kemiskinan seperti yang ada pada keluarga di Ethiopia, kita pasti memilih pilihan pertama. Siapa yang gak mau hidup mewah dengan segala kemudahan yang ada? Gue belom pernah ngerasain cara hidup orang kaya, tapi ya bayangin aja bahwa di luar sana ada yang mau membayar mahal untuk kue yang bertabur dengan bubuk emas.

Sekarang kita gak usah ngeliat orang super kaya yang seakan tinggal di semesta yang berbeda dengan level kesejahteraan A++++++.  Orang segmen ekonomi B pun di mata gue termasuk orang yang sangat beruntung. Mereka beruntung bisa lahir dalam keluarga yang sejahtera yang tiap hari bisa makan nasi, lauk, dan sayur. Garis start idup kita itu beda-beda. Ada orang yang dilahirkan pada garis start yang berada jauh di depan dengan kemakmuran yang selalu mencukupi kebutuhan mereka, dan orang yang lahir di garis start yang berada jauh di belakang yang sehari aja makan cuman sekali.

The Western People

Bahasan utama gue di sini adalah orang-orang yang berada di garis start tengah sampai depan, atau lebih mudah dipahami sebagai orang-orang dengan segmen ekonomi B ke atas. Gue mengkhususkan pembahasan kali ini terhadap orang Barat yang tingkat ekonominy secara rata-rata berada di atas kita.

Empat kata pembuka: Gue-sangat-membenci-mereka

Ada alasan kenapa gue menulis post ini, dan empat kata pembuka tersebut adalah alasan utamanya. Tulisan ini adalah buah dari kekesalan gue ke mereka. Well, kebencian gue ke mereka bersifat parsial dan kontekstual, jadi gue gak secara keseluruhan memberikan stigma negatif dengan membabi buta ke bangsa barat. Gue juga logis kok orangnya.

Gue gak pernah ngerti dengan paham dan pola pikir mereka. Mereka yang dibilangnya sebagai ras paling sempurna dengan kesejahteraan yang merata bagi gue adalah bangsa yang sombong dan gak tau diri. Yap, mereka emang sombong, selalu merasa akan hidup di kondisi yang sama seterusnya. Dengan pola pikir seperti itulah mereka jadi gak menghargai apa yang mereka punya di hari-hari itu. Mereka merasa bahwa apa yang dipunyai pada hari tersebut akan selalu kekal selamanya. Makanan, air, dan kebutuhan pokok lainnya bagi mereka sudah terdegradasi nilainya. Tiap hari mereka selalu ketemu sama yang namanya makanan dan minuman enak sampai-sampai hal tersebut jadi sesuatu yang biasa. Dan inilah yang terjadi ketika keadaan tersebut bertemu dengan pola pikir dangkal. Mereka jadi meremehkan keberadaan kebutuhan pangan tersebut. Budaya goblok yang lahir dari kombinasi dua aspek tersebut adalah "food fight". Ini adalah suatu penemuan yang paling tolol. Makanan dan minuman yang ada bagi mereka adalah TAI yang sama sekali gak berpengaruh pada kelangsungan idupnya. Karena gak ada nilainya, mereka jadi terdisensitifikasi untuk bermain-main dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dijadiin mainan pun gak sembarangan. Roti, telor, susu, ikan, sayuran, minuman bersoda, air putih, dan lain-lainnya yang bisa memenuhi kebutuhan kita sehari-hari dilempar-lempar oleh mereka. Kebutuhan pangan tersebut dijadikan 'peluru' untuk saling menyerang lawannya.

Gak cuman budaya food fight, kegiatan prank lainnya pun sering sekali melibatkan komoditas pangan untuk dilempar dan diinjak-injak oleh mereka. Kalo di youtube, banyak bisa diliat akun yang membuat video 'lucu-lucuan' dengan menyia-nyiakan makanan dan minuman. Misalnya mereka bikin semacam video tantangan di mana sang partisipan akan dilempar, diceplokin, dan dilumuri oleh kebutuhan pangan. Hantaman pangan secara brutal yang memberikan efek lengket dan bau tersebutlah yang menjadi poin dari tantangan ini. Makanan dan minuman yang seharusnya masuk mulut mereka jadikan sebagai sesuatu yang melapisi badan mereka. Gue punya ide, kalo mereka pengen bikin tantangan yang punya efek lengket dan bau sampe bikin jijik, kenapa mereka gak saling melumuri badannya dengan TAI mereka sendiri?! Bukannya itu bikin lengket, bau, dan sangat menjjikan?? Ide yang bagus kan??? Akun-akun seperti how to basic dan vlogger lainnya lah yang membuat gue muak sama manusia jaman sekarang.

Gue mah sate padang dan lontong sayur basi juga diabisin saking sayangnya. Emang rada berlebihan, tapi gue selalu gak tega untuk ngebuang makanan. Meski perut udah penuh banget sampe gue pengen muntah, pokoknya sebisa mungkin itu makanan jangan sampe dibuang. Liat orang-orang di bawah kita, buat makan yang LAYAK untuk satu kali sehari aja susahnya minta ampun, eh, di belahan dunia yang lain malah ada orang yang ngejadiin makanan dan minuman tersebut sebagai mainan yang enggak ada harganya. Bukan masalah mereka punya duit dan sama sekali gak rugi ketika makanan dan minuman tersebut dibuang-buang, tapi Tuhan menciptakan makanan dan minuman itu ada poin dan esensinya, yaitu untuk menghidupi kita.

"MENGHIDUPI"   untuk meneruskan kelangsungan hidup, yang berarti bahwa faktor idup dan mati kita sangat bergantung sama yang namanya makanan dan minuman. Perannya sangat krusial. Ada banyak orang yang mati gara-gara kelaparan dan kehausan. Ngeliat bocah-bocah Afrika yang mati kekeringan dengan kondisi kurus kerempeng seperti kulit yang ditempelin langsung ke tulang, ngeliat jasadnya yang akhirnya cuman jadi makanan bagi burung pemakan bangke, membuat gue sangat eneg ngeliat kelakuan bangsa barat. Tiap ngeliat orang-orang kayak gitu, gue selalu berharap bahwa semua yang mereka punya saat itu diambil semua, gak ada makanan, gak ada minuman, satu kota bahkan satu negara langsung krisis kebutuhan pangan. Biar mereka rasain gimana rasanya tai mereka sendiri saat udah putus asa meronta-ronta nyari makanan.