Kita ciptakan sistem untuk membariskan entitas dalam konstelasi hidup kita, lagi difungsikan untuk mengatur diri kita. Pada akhirnya kita menciptakan sesuatu untuk membuat diri kita seperti benda, digunakan dan dikendalikan. Kita adalah benda.
Tentunya tiap benda memiliki umur, baik itu benda hidup ataupun benda mati. Kita yang sekarang tentunya berbeda dengan kita pada saat baru dilahirkan. Terdapat 'damage' yang selalu berakumulasi di setiap waktu yang bergulir. Kalau dianalogikan, kita itu seperti hp. Waktu pertama gue beli hp, kondisinya masih mulus tanpa lecet, setelah 2 tahun hp gue garet-garet. Padahal gak pernah gue banting, paling cuman gue lempar. Padahal lemparnya juga cuman ke kasur, abis itu mental ke tembok. Sama kayak hp, kita sebagai manusia juga pasti mengalami penurunan kondisi. Awal kita jalani hidup, kondisi kita masih baik, setelah beberapa tahun kita tumbuh, keriput muncul di mana-mana, rambut-rambut memutih, penglihatan meredup, dan penciuman mulai memburuk, kebiasaan nyipokin tembok si.
Hp yang sudah lama dan bekas biasanya dijual, dikasih, atau dibuang. Mungkin suatu saat juga ketika gue udah gak berguna dan gak dibutuhkan lagi, gue juga akan dibuang, kecuali kalo ada yang mau beli gue buat dibarter ama gundu. Biasanya suatu barang yang udah bekas dibuangnya ke tempat sampah, setelah itu diproses dan dialirkan untuk bisa didaur ulang atau dihancurkan. Bagi manusia, tempat sampah kita adalah kuburan. Kita gak tau apa yang terjadi setelah masuk ke sana. Kita hanya tau berdasarkan informasi yang tertera di informasi agamis masing-masing keyakinan. Alam kubur bukanlah tempat wisata di mana kita bisa pergi lalu pulang kembali untuk menceritakan pengalaman kita semasa di sana. Ada bermacam pendapat mengenai kondisi kita setelah mati. Untuk kepercayaan Islam, nantinya kita akan 'dibersihkan' dan akan ada tempat yang berbeda dengan dunia yang pernah ditinggali selama kita hidup. Pendapat lain mengatakan bahwa kita akan mengalami reinkarnasi menjadi sesuatu yang lain untuk hidup di masa depan. Ada yang percaya bahwa kita akan terus lahir kembali, ada juga yang percaya bahwa kita akan berhenti reinkarnasi apabila amal kebaikannya sudah mencukupi atau telah mendapat Nirvana. Pada akhirnya emang kita harus melakukan yang terbaik untuk hidup kita, gak pedulu kalo kita bisa hidup kembali atau enggak, karena kita juga gak tau bakal jadi apa kalo nanti reinkarnasi; mungkin jadi tikus, ikan, atau tikus yang kena mata ikan. Mungkin nanti kalo gue idup lagi, gue bakalan jadi babi, yang tiap harinya cuman sibuk ngurusin tainya sendiri dan ngira itu bumbu batagor, terus diumur yang ke-20 tahun gue diadopsi ama orang kaya, dan 3 tahun kemudian gue meninggal kena diabetes gara-gara makan martabak manis yang gulanya gak make tropicana slim, siapa yang tau.
Nah, balik lagi ke masalah analogi kita dengan hp. Sejak namanya masih telepon radio, hingga sekarang biasa disebut 'ponsel', hp emang udah melalui bermacam perkembangan teknologi. Dari yang bentuknya kayak pisang kebon, ampe sekarang bisa dijadiin tatakan cangkir, inovasi hp emang udah menabrak nalar manusia sejak awal ditemukan. Siapa yang sangka hp yang awalnya cuman bisa buat nelpon ama sms sekarang bisa dipake buat nonton TV? Siapa yang sangka juga hp yang dulu sistem pengetikannya masih konvensional dengan penataan setidaknya 3 huruf pada satu tombol lalu sekarang hp sudah dilengkapi dengan teknologi layar sentuh yang lebih futuristik untuk memudahkan dalam pengetikannya? Zaman globalisasi telah memodernisasi beragam aspek dari hp tersebut menjadi lebih berkualitas. Lantas bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya akan menjadi seperti 'ini', atau akan ada peningkatan kualitas diri melalui penambahan fitur dengan beragam kelebihan-kelebihannya? Pada ujungnya emang gue sok bijak banget nulis tulisan kayak gini, kehidupan gue aja masih gini-gini aja. Selese.
QS. al-Baqarah (2): 28: “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia menghidupkan kamu lagi. Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Tentunya tiap benda memiliki umur, baik itu benda hidup ataupun benda mati. Kita yang sekarang tentunya berbeda dengan kita pada saat baru dilahirkan. Terdapat 'damage' yang selalu berakumulasi di setiap waktu yang bergulir. Kalau dianalogikan, kita itu seperti hp. Waktu pertama gue beli hp, kondisinya masih mulus tanpa lecet, setelah 2 tahun hp gue garet-garet. Padahal gak pernah gue banting, paling cuman gue lempar. Padahal lemparnya juga cuman ke kasur, abis itu mental ke tembok. Sama kayak hp, kita sebagai manusia juga pasti mengalami penurunan kondisi. Awal kita jalani hidup, kondisi kita masih baik, setelah beberapa tahun kita tumbuh, keriput muncul di mana-mana, rambut-rambut memutih, penglihatan meredup, dan penciuman mulai memburuk, kebiasaan nyipokin tembok si.
Hp yang sudah lama dan bekas biasanya dijual, dikasih, atau dibuang. Mungkin suatu saat juga ketika gue udah gak berguna dan gak dibutuhkan lagi, gue juga akan dibuang, kecuali kalo ada yang mau beli gue buat dibarter ama gundu. Biasanya suatu barang yang udah bekas dibuangnya ke tempat sampah, setelah itu diproses dan dialirkan untuk bisa didaur ulang atau dihancurkan. Bagi manusia, tempat sampah kita adalah kuburan. Kita gak tau apa yang terjadi setelah masuk ke sana. Kita hanya tau berdasarkan informasi yang tertera di informasi agamis masing-masing keyakinan. Alam kubur bukanlah tempat wisata di mana kita bisa pergi lalu pulang kembali untuk menceritakan pengalaman kita semasa di sana. Ada bermacam pendapat mengenai kondisi kita setelah mati. Untuk kepercayaan Islam, nantinya kita akan 'dibersihkan' dan akan ada tempat yang berbeda dengan dunia yang pernah ditinggali selama kita hidup. Pendapat lain mengatakan bahwa kita akan mengalami reinkarnasi menjadi sesuatu yang lain untuk hidup di masa depan. Ada yang percaya bahwa kita akan terus lahir kembali, ada juga yang percaya bahwa kita akan berhenti reinkarnasi apabila amal kebaikannya sudah mencukupi atau telah mendapat Nirvana. Pada akhirnya emang kita harus melakukan yang terbaik untuk hidup kita, gak pedulu kalo kita bisa hidup kembali atau enggak, karena kita juga gak tau bakal jadi apa kalo nanti reinkarnasi; mungkin jadi tikus, ikan, atau tikus yang kena mata ikan. Mungkin nanti kalo gue idup lagi, gue bakalan jadi babi, yang tiap harinya cuman sibuk ngurusin tainya sendiri dan ngira itu bumbu batagor, terus diumur yang ke-20 tahun gue diadopsi ama orang kaya, dan 3 tahun kemudian gue meninggal kena diabetes gara-gara makan martabak manis yang gulanya gak make tropicana slim, siapa yang tau.
Nah, balik lagi ke masalah analogi kita dengan hp. Sejak namanya masih telepon radio, hingga sekarang biasa disebut 'ponsel', hp emang udah melalui bermacam perkembangan teknologi. Dari yang bentuknya kayak pisang kebon, ampe sekarang bisa dijadiin tatakan cangkir, inovasi hp emang udah menabrak nalar manusia sejak awal ditemukan. Siapa yang sangka hp yang awalnya cuman bisa buat nelpon ama sms sekarang bisa dipake buat nonton TV? Siapa yang sangka juga hp yang dulu sistem pengetikannya masih konvensional dengan penataan setidaknya 3 huruf pada satu tombol lalu sekarang hp sudah dilengkapi dengan teknologi layar sentuh yang lebih futuristik untuk memudahkan dalam pengetikannya? Zaman globalisasi telah memodernisasi beragam aspek dari hp tersebut menjadi lebih berkualitas. Lantas bagaimana dengan kita? Apakah kita hanya akan menjadi seperti 'ini', atau akan ada peningkatan kualitas diri melalui penambahan fitur dengan beragam kelebihan-kelebihannya? Pada ujungnya emang gue sok bijak banget nulis tulisan kayak gini, kehidupan gue aja masih gini-gini aja. Selese.
QS. al-Baqarah (2): 28: “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia menghidupkan kamu lagi. Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Ini lagi kenapa? Ko ampe bijak gitu? Hhaha
ReplyDeletehahah lagi sengklek ini otaknyaa
ReplyDelete