Bulan kemarin rada
menyedihkan bagi gue. Kenapa? Tanya dong kenapa. Karena di bulan Juli kemaren
Filippo Inzaghi menyatakan dirinya untuk pensiun dari dunia sepak bola. Diberitakan
kalo dia langsung diserahi tugas buat ngelatih Milan junior. Dibalik kesedihan
itu ada kelegaan tersendiri, pasalnya Inzaghi pensiun di momen yang tepat
menurut gue. Ya dari pada dia menutup karir di klub kecil yang gak jelas,
mendingan dia gantung sepatu di Milan, apalagi pertandingan terakhirnya ia
tutup dengan sebuah gol manis pembawa kemenangan atas Novara. Sedih banget
rasanya kalo ngeliat gol tersebut. Gak cuman pemain Milan; tifosi, official,
pemain Novara, bahkan wasit ikut memberikan selamat kepada Inzaghi. Saat itu
seakan mereka turur larut dalam kebahagiaan Super Pippo. Terus pas tau Inzaghi
kemaren secara resmi mengundurkan diri sebagai pemain sepak bola, kenangan
hebat tentang Inzaghi langsung terlintas di benak gue. Tiba-tiba gue jadi
teringat pas pertama gue suka ama Inzaghi, pas gue masih umur 8 tahun,
jaman-jamannya gundu masih merupakan komoditas berharga dan pipis di got masih
menjadi gaya hidup. 2000/2001 adalah musim terakhir dia bersama Juve. Di musim
terakhirnya ia mempersembahkan 11 gol, cuman segitu karena ia kalah bersaing
ama Trezeguet, dan kenapa ia pindah ke Milan karena waktu itu hubungannya ama
Del Piero rada kurang akur. Lucu ketika Ancelotti ngegantiin Fatih Terim dan ia
ngasih kepercayaan penuh pada Inzaghi bahkan pada final UCL yang notabenenya
pada musim itu Inzaghi terus dirundung cedera, padahal waktu di Juve, Pippo
terkesan di-’anak-tiri’-kan ama Carletto gara-gara kehadiran Trezeguet.
Sampe sekarang gue masih salut ama Inzaghi dan
bagi gue ia adalah striker terhebat sepanjang masa. Bukannya lebay, gue emang
mengakui bahwa ia gak punya postur sejangkung Koller dan sekekar Kluivert, trik
seciamik Ronny, teknik sehalus Puskas, speed sekenceng Ronaldo, ball-keeping
sebagus Stojkovic, shoot sekenceng Carlos dan seakurat Juninho, serta body
balance sekokoh Ibra; namun justru menurut gue di situlah yang membuat ia
istimewa. Dengan skill yang pas-pasan aja golnya bisa lebih dari 300, dan di
Eropa dia hanya di bawah Raul yang secara kita tau bahwa ia punya kesempatan
maen lebih banyak di Madrid (maklum, Inzaghi langganan cedera). Bilang hoki?
Mungkin, tapi hanya mengandalkan hoki gak akan mungkin membuat namanya diganjar
topskor Serie A & pemain muda terbaik 1996/1997 dan dianggap sebagai
legenda hidup Milan. Modal keberuntungan doang gak akan bisa membuat dia
mencapai gol ke 313. Walaupun skillnya pas-asan, cuman menurut gue dia memiliki
2 kelebihan sebagai attacante, yaitu heading ama positioning. Dia emang jago
banget nyundul. Waktu musim 2000/2001, separuh dari seluruh golnya dicetak
melalui kepala. Makin merinding pas ngeliat gol sundulannya ke gawang Sparta
Praha di UCL (videonya ada di postingan gue sebelomnya).
Kelebihannya yang kedua adalah penempatan posisinya. Dia bener-bener tau di mana dan kapan ia harus berada. Enggak salah kalo dia dijuluki “the right man at the right place at the the right time”. Seolah-olah ia bisa mengetahui ke mana bola akan datang, posisinya selalu tepat untuk mencetak gol. Mungkin ini alasan orang-orang bilang kalo dia cuman beruntung ada di posisi yang tepat. Bahkan Johan Cruyff bilang kalo Inzaghi sebenernya gak bisa maen bola, dia hanya berada di posisi yang tepat. Senada ama Cruyff, Fergie berkomentar kalo Inzaghi sudah terlahir dalam posisi offside.Walaupun hinaan ini terasa begitu dalam, namun Inzaghi gak pernah membalas kata-kata mereka. Inzaghi gak kayak Ronaldo atau Ibra yang begitu ofensif dalam berkata. Ia menjawab semua kritik dengan gol, bukan dengan mulut. Untuk Cruyff, gue rada gak setuju si, gimana dia gak bisa maen bola padahal dia udah nyetak banyak gol?! Bahkan orang-orang gak bisa ngelupain gol first time-nya ke gawang Barca, atau freekicknya waktu masih di Atalanta.
Nah, balik lagi ke-2 komentar pedes tentang Inzaghi, temen-temen bisa liat kalo di dua komentar tadi sebenernya fokus mereka tertuju pada 1 hal secara tersirat, yaitu posisi. Ya, Fergie bilang kalo Pippo udah lahir dalam posisi offside. Mungkin gak salah juga, pasalnya Inzaghi emang keseringan berurusan dengan hakim garis lantaran suka ngelewatin garis offside. Orang awam mungkin nganggep Inzaghi bisanya suka ngendok di daerah lawan ampe sering banget masuk perangkap offside. Tapi menurut gue di situlah kecerdikan Inzaghi. Habitatnya memang berada di garis batas offside dan gol adalah buah yang akan ia tuai. Kelebihannya dalam membaca situasi, menunggu pemain lawan melakukan kesalahan adalah strategi ia dalam mencari peluang. Mungkin bener kata orang kalo ada faktor ‘luck’ dalam setiap gol Inzaghi, tapi ia tidak serta-merta hanya menunggu keberuntungan. Bukan menunggu, tapi ialah yang menciptakan keberuntungan itu. Dalam 10 kali percobaan lolos dari perangkap offside; ia bisa menerima tertangkap offside sebanyak 9 kali, asal 1 percobaannya membuahkan gol, itulah yang disebut menciptakan keberuntungan. Pergerakannya di kotak penalti memang sukar ditebak. Gue nyebut Inzaghi dalam kondisi ini seperti hantu yang gentayangin daerah kiper lawan dan ujug-ujug ngagetin dengan muncul secara tiba-tiba di posisi yang gak bisa diprediksi dan mencetak gol. Waktu final UCL 2007, Carragher yang bertugas mengawal Inzaghi mengatakan kalo ia bener-bener lelah mengikuti pergerakan Inzaghi yang sering membuatnya jengkel hingga akhirnya celah pun tercipta dan gol kedua Inzaghi yang mengantarkan Milan ke tangga juara Eropa lahir. Naluri Inzaghi sebagai striker memang gak bisa dianggap remeh. Penempatan posisinya bener-bener membuat bek lawan gila. Waktu babak grup UCL, Mou bilang kalo Milan boleh masang 10 striker, asal Inzaghi tidak dimainkan, bukti Mou juga menaruh respect pada Inzaghi.
Kelebihannya yang kedua adalah penempatan posisinya. Dia bener-bener tau di mana dan kapan ia harus berada. Enggak salah kalo dia dijuluki “the right man at the right place at the the right time”. Seolah-olah ia bisa mengetahui ke mana bola akan datang, posisinya selalu tepat untuk mencetak gol. Mungkin ini alasan orang-orang bilang kalo dia cuman beruntung ada di posisi yang tepat. Bahkan Johan Cruyff bilang kalo Inzaghi sebenernya gak bisa maen bola, dia hanya berada di posisi yang tepat. Senada ama Cruyff, Fergie berkomentar kalo Inzaghi sudah terlahir dalam posisi offside.Walaupun hinaan ini terasa begitu dalam, namun Inzaghi gak pernah membalas kata-kata mereka. Inzaghi gak kayak Ronaldo atau Ibra yang begitu ofensif dalam berkata. Ia menjawab semua kritik dengan gol, bukan dengan mulut. Untuk Cruyff, gue rada gak setuju si, gimana dia gak bisa maen bola padahal dia udah nyetak banyak gol?! Bahkan orang-orang gak bisa ngelupain gol first time-nya ke gawang Barca, atau freekicknya waktu masih di Atalanta.
Nah, balik lagi ke-2 komentar pedes tentang Inzaghi, temen-temen bisa liat kalo di dua komentar tadi sebenernya fokus mereka tertuju pada 1 hal secara tersirat, yaitu posisi. Ya, Fergie bilang kalo Pippo udah lahir dalam posisi offside. Mungkin gak salah juga, pasalnya Inzaghi emang keseringan berurusan dengan hakim garis lantaran suka ngelewatin garis offside. Orang awam mungkin nganggep Inzaghi bisanya suka ngendok di daerah lawan ampe sering banget masuk perangkap offside. Tapi menurut gue di situlah kecerdikan Inzaghi. Habitatnya memang berada di garis batas offside dan gol adalah buah yang akan ia tuai. Kelebihannya dalam membaca situasi, menunggu pemain lawan melakukan kesalahan adalah strategi ia dalam mencari peluang. Mungkin bener kata orang kalo ada faktor ‘luck’ dalam setiap gol Inzaghi, tapi ia tidak serta-merta hanya menunggu keberuntungan. Bukan menunggu, tapi ialah yang menciptakan keberuntungan itu. Dalam 10 kali percobaan lolos dari perangkap offside; ia bisa menerima tertangkap offside sebanyak 9 kali, asal 1 percobaannya membuahkan gol, itulah yang disebut menciptakan keberuntungan. Pergerakannya di kotak penalti memang sukar ditebak. Gue nyebut Inzaghi dalam kondisi ini seperti hantu yang gentayangin daerah kiper lawan dan ujug-ujug ngagetin dengan muncul secara tiba-tiba di posisi yang gak bisa diprediksi dan mencetak gol. Waktu final UCL 2007, Carragher yang bertugas mengawal Inzaghi mengatakan kalo ia bener-bener lelah mengikuti pergerakan Inzaghi yang sering membuatnya jengkel hingga akhirnya celah pun tercipta dan gol kedua Inzaghi yang mengantarkan Milan ke tangga juara Eropa lahir. Naluri Inzaghi sebagai striker memang gak bisa dianggap remeh. Penempatan posisinya bener-bener membuat bek lawan gila. Waktu babak grup UCL, Mou bilang kalo Milan boleh masang 10 striker, asal Inzaghi tidak dimainkan, bukti Mou juga menaruh respect pada Inzaghi.
Walaupun secara skill Inzaghi memang
pas-pasan, tapi gak sedikit pemain muda yang mengaguminya, contohnya Alberto Paloschi
yang menjadi fans Inzaghi sejak kecil. Kebanggan terbesarnya adalah ketika ia
berseragam sama dengan Inzaghi dan saat Inzaghi memuji gol debutnya untuk
Milan. Gak cuman Paloschi, Gilardino yang juga pernah menjadi rekan Inzaghi
bilang kalo ia banyak belajar dari Inzaghi. Bahkan si legenda Paolo Rossi pun
ikut mengakui kemampuan Inzaghi. Sebagai striker. Jadi gak cuman cibiran yang
dateng, tapi rasa kagum dan pujian juga banyak menghampiri Inzaghi, walaupun
sebenernnya pemain yang ‘benci’ Inzaghi juga banyak, contohnya Stam yang gondok
dengan gaya bermain Inzaghi yang suka diving. Well, ini gak bisa gue bilang bener
sih walaupun wajar aja seorang striker memanfaatkan kesalahan lawan dengan cara
seperti ini hehe. Liat aja pemain-pemain kayak Ronaldo, Nani, dan Drogba.
Diving mereka bahkan sudah seperti opera sabun. Mungkin cuman pembelaan, tapi
menurut gue, dibanding mereka, Inzaghi lebih ‘wajar’ untuk diving. Yaiyalah,
badan Inzaghi kerempeng gitu, senggol pemaen raksasa kayak Mertesacker juga
jatoh. Lah Ronaldo ama Drogba? Badan mereka kekar gitu. Nani juga walaupun
pendek, cuman dia kan atletis, gak kayak Inzaghi yang emang kurus banget.
Sekarang gue gak bisa denger cerita
kelegendaan Inzaghi sebagai pemain. Sekarang Inzaghi udah jadi pelatih, resmi
setelah dapet keputusan dari manajemen Milan dan lisensi kepelatihan dari UEFA.
Mudah-mudahan karir Inzaghi bisa kayak Stramaccioni yang naek kasta jadi
pelatih Inter senior. Mudah-mudahan juga Inzaghi bisa berprestasi di jalan
idupnya yang baru, ngasih gelar, nyetak rekor, pokoknya sesuatu yang
membanggakan.
Sebenernya banyak banget yang pengen gue bahas
tentang Inzaghi, cuman kayaknya kalo gue bahas atu-atu dari debutnya tahun 1991
ampe sekarang ampe sekarang dan tahun-tahun berikutnya bakal makan banyak
halaman. Kemaren Inzaghi ulang tahun yang ke-39. Gak kerasa men...siapa sangka
bocah yang lahir di Piacenza, dipinjemin ke klub serie C1, Leffe, berpetualang
ke Verona, Parma, & Atalanta, dan sempet mampir ke Juve ini bisa menjadi
salah satu legenda Milan, yang bahkan no 9-nya tadinya mau dipensiunin untuk
Inzaghi. Kalo bukan Inzaghi menolak rencana tersebut, Pato gak mungkin dapet no
9-nya Inzaghi, tuh.
Terakhir dan bener-bener terakhir, striker kayak Inzaghi itu jarang. Serius, coba aja cari striker berprestasi di bidang olahraga dan akademik kayak Inzaghi, pasti langka banget deh hehe (FYI Inzaghi adalah diploma akuntansi).
Terakhir dan bener-bener terakhir, striker kayak Inzaghi itu jarang. Serius, coba aja cari striker berprestasi di bidang olahraga dan akademik kayak Inzaghi, pasti langka banget deh hehe (FYI Inzaghi adalah diploma akuntansi).
La Leggenda di Pippo Inzaghi